Obyek Tanah dan Rumah Akan Dieksekusi, Pihak Penggugat Berikan Dana Kerohiman
BANYUWANGI, Koranpatroli.com – Permasalahan rencana eksekusi obyek tanah dan rumah yang berlokasi di Lingkungan Concrong, Desa Rogojampi, Kecamatan Rogojampi, pihak penggugat Ashari bin Junaidi mengaku telah menyediakan tempat tinggal bagi warga Concrong yang rumahnya akan dieksekusi.
“Kita telah menyewakan rumah sebagai tempat tinggal sementara untuk warga Concrong,” kata Kuasa Hukum Penggugat, Wahyu Mustariyanto, SH kepada beberapa wartawan, Senin (13/01/2020).
Selain itu, pihak penggugat juga akan memberikan Dana kerohiman sebesar 10 sampai 15 juta, apabila warga lingkungan Concrong yang rumahnya akan dieksekusi tersebut, sanggup membongkar rumahnya sendiri, dan mengangkut semua barang barangnya yang ada di obyek sengketa, dan menyerahkan obyek sengketa tersebut secara baik-baik.
Menurut Wahyu, pada dasarnya disemua wilayah kasus sengketa tanah, kalau ada sertifikat, pastinya disitu ada pemalsuan.
“Dari awal persidangan hingga putusan, kita tidak tahu apa yang dipalsukan, namun saat perlawanan, agraria mengajukan berkas pendaftaran (warkah), dari situlah saya baru mengetahui bentuk pemalsuannya,” kata Wahyu.
Dalam buku kerawangan desa, imbuh Wahyu, disitu pasti tertulis petok, persil, kelas dan nama. didalam setiap pengajuan sertifikat, harus ada Letter C yang berisi petok, persil, kelas dan nama yang dilegalisir oleh Kepala Desa.
“Mestinya petok dan persil yang diajukan ke agraria itu atas nama klien saya, namun itu difoto copy, dihapus namanya dan diganti dengan nama Niswati, yang kemudian dilegalisir oleh desa, disitulah permasalahnya,” terangnya
Terkait pengajuan eksekusi, lanjut Wahyu, hal itu telah dilakukannya sejak5 tahun 2016 yang lalu, akan tetapi selalu tertunda dikarenakan masih adanya perlawanan. dan terakhir ditahun 2019 kemarin, pihaknya kembali mengajukan eksekusi dan sudah ditindak lanjuti, diantaranya telah dilakukan penyitaan, dan pra eksekusi juga sudah dìjalankan, jadi tinggal eksekusinya saja.
Terkait perbedaan nomor persil, Wahyu juga menjelaskan, bahwa nomer persil itu bukan satu-satunya acuan mengenai obyek, yang dipentingkan oleh Pengadilan hanyalah batas-batas, dan terhadap obyek itu sudah dilakukan tinjau lokasi. Dan ternyata obyeknya sama tidak ada namanya yang keliru obyek.
ironisnya lagi, dalam pengajuan sertifikat mereka, tanah yang mereka kuasai awalnya kelas S (sawah), diganti dengan kelas D2 (darat), disitu juga telah terjadi pemalsuan.
“Persil 97 itu yang dibelakang, sedangkan persil 98 itu yang ada didepan. Mereka beli yang persil 98, tapi mereka juga menguasai persil 97, jadi mereka menguasai keduanya kata Wahyu."pungkasnya.(git)
“Kita telah menyewakan rumah sebagai tempat tinggal sementara untuk warga Concrong,” kata Kuasa Hukum Penggugat, Wahyu Mustariyanto, SH kepada beberapa wartawan, Senin (13/01/2020).
Selain itu, pihak penggugat juga akan memberikan Dana kerohiman sebesar 10 sampai 15 juta, apabila warga lingkungan Concrong yang rumahnya akan dieksekusi tersebut, sanggup membongkar rumahnya sendiri, dan mengangkut semua barang barangnya yang ada di obyek sengketa, dan menyerahkan obyek sengketa tersebut secara baik-baik.
Menurut Wahyu, pada dasarnya disemua wilayah kasus sengketa tanah, kalau ada sertifikat, pastinya disitu ada pemalsuan.
“Dari awal persidangan hingga putusan, kita tidak tahu apa yang dipalsukan, namun saat perlawanan, agraria mengajukan berkas pendaftaran (warkah), dari situlah saya baru mengetahui bentuk pemalsuannya,” kata Wahyu.
Dalam buku kerawangan desa, imbuh Wahyu, disitu pasti tertulis petok, persil, kelas dan nama. didalam setiap pengajuan sertifikat, harus ada Letter C yang berisi petok, persil, kelas dan nama yang dilegalisir oleh Kepala Desa.
“Mestinya petok dan persil yang diajukan ke agraria itu atas nama klien saya, namun itu difoto copy, dihapus namanya dan diganti dengan nama Niswati, yang kemudian dilegalisir oleh desa, disitulah permasalahnya,” terangnya
Terkait pengajuan eksekusi, lanjut Wahyu, hal itu telah dilakukannya sejak5 tahun 2016 yang lalu, akan tetapi selalu tertunda dikarenakan masih adanya perlawanan. dan terakhir ditahun 2019 kemarin, pihaknya kembali mengajukan eksekusi dan sudah ditindak lanjuti, diantaranya telah dilakukan penyitaan, dan pra eksekusi juga sudah dìjalankan, jadi tinggal eksekusinya saja.
Terkait perbedaan nomor persil, Wahyu juga menjelaskan, bahwa nomer persil itu bukan satu-satunya acuan mengenai obyek, yang dipentingkan oleh Pengadilan hanyalah batas-batas, dan terhadap obyek itu sudah dilakukan tinjau lokasi. Dan ternyata obyeknya sama tidak ada namanya yang keliru obyek.
ironisnya lagi, dalam pengajuan sertifikat mereka, tanah yang mereka kuasai awalnya kelas S (sawah), diganti dengan kelas D2 (darat), disitu juga telah terjadi pemalsuan.
“Persil 97 itu yang dibelakang, sedangkan persil 98 itu yang ada didepan. Mereka beli yang persil 98, tapi mereka juga menguasai persil 97, jadi mereka menguasai keduanya kata Wahyu."pungkasnya.(git)
No comments