MA BATALKAN KENAIKAN IURAN BPJS.
Jakarta_koran patroli.com. Wakil Ketua Majelis Syuro PKS
Hidayat Nur Wahid (HNW) menyebut keputusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan
kenaikan iuran BPJS kesehatan sebagai tamparan bagi pemerintahan Presiden Joko
Widodo.
Ia mengklaim kenaikan iuran BPJS Kesehatan tak pernah
direstui oleh Komisi IX DPR RI. Bahkan, lanjutnya, Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) sudah sepakat dengan Komisi IX untuk tak menaikkan iuran BPJS
Kesehatan bagi Kelas III.
"Sesungguhnya ini menampar muka pemerintah sendiri
karena seharusnya itu (pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan) sudah
dilaksanakan ketika ada kesepakatan dengan Komisi IX. Kenapa tidak
dilaksanakan?" kata dia, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta,
Selasa (10/3).
Hidayat mempertanyakan koordinasi antara Kemenkes dan
Kemenkeu dengan Presiden Jokowi terkait kesepakatan itu. Jika Jokowi diberi
tahu, dia yakin perpres kenaikan iuran itu tak diterbitkan.
Setelah putusan ini, kata Hidayat, Pemerintah harus segera
membatalkan kenaikan iuran yang telah berjalan sejak 1 Januari 2020. Sebab,
putusan MA final dan mengikat bagi semua pihak.
"Tepat MA sudah memutuskan dan sesuai dengan keputusan
di Komisi IX yang diperjuangkan oleh PKS juga. Pemerintah tinggal
melaksanakan," tuturnya.
Sebelumnya, MA mengabulkan uji materi (judicial review)
terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan
Kesehatan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 24 Oktober 2019.
Rinciannya, iuran mandiri kelas III sebesar Rp25.500 per
orang per bulan, iuran mandiri kelas II sebesar Rp51 ribu per orang per bulan,
dan iuran mandiri kelas I sebesar Rp80 ribu per orang per bulan.
Sebelumnya, dalam rapat 18 Februari dengan Pemerintah,
sejumlah anggota Komisi IX DPR menentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Pasalnya, itu tak sesuai dengan kesepakatan pada rapat 2 September 2019.
Dalam rapat tahun lalu, DPR dengan pemerintah sepakat untuk
tidak menaikkan iuran BPJS Kesehatan jika proses pembersihan data belum
selesai.
Data Kementerian Sosial menyebut ada 30 juta peserta BPJS
Kesehatan yang perlu dibersihkan karena menerima subsidi pemerintah meski
ternyata golongan berduit.
Namun, tuduhan tersebut dibantah Menteri Keuangan Sri
Mulyani. Menurutnya, BPJS telah menyelesaikan proses pembersihan data 27,44
juta peserta BPJS Kesehatan pada November 2019.
"Jadi kami masih sangat mematuhi dan mengikuti
kesimpulan rapat komisi IX dan XI. Ini kami ingin sampaikan supaya jangan
sampai pemerintah tidak (dianggap) tidak melakukan apa-apa," kata Sri
Mulyani.
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan pemerintah mematuhi putusan Mahkamah
Agung (MA) yang membatalkan kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Sekali diketuk, ya, ikuti saja. Pemerintah tidak boleh
melawan putusan pengadilan," ujarnya di Kantor Kemenko Polhukam, Senin
(9/3).
No comments